Blog...

Situs ini catatan waktu dan tempat, jejak-jejak pikiran dan perasaan, sekaligus cermin cekung pribadi.

Kembali...

Itu seperti halnya ketika seorang Raja mengutusmu ke sebuah negeri untuk sebuah misi, lalu engkau mengerjakan seratus pekerjaan lainnya, dan tak melakukan tugas yang engkau telah diutus untuk itu. (Rumi)

Instant Messenger Client

Sudah ada beberapa aplikasi "pengantar pesan instan" yang pernah saya jajal. Sejak pakai internet pertama kali (sekitar 1997 kalo nggak salah inget), sampai saat ini sudah pernah coba YM, ICQ, Skype, Windows Messenger, dan GTalk. Produk lokal juga dulu ada, cuma udah lupa.

 

Feature yang semula hanya untuk chatting, saat ini juga sudah berevolusi maju. Bisa voice dan bahkan video. Tapi yang paling sering dipake ya masih yang berbasis text, chatting. Bukannya tidak mau, tapi kualitas koneksi minim. Makan hati saja kalau mau coba VoIP atau video conference.

 

Masalah yang lain adalah, porsi terbesar waktu-waktu online saya adalah pada jam-jam kantor. Nah, di kantor ini, ada manajemen network yang tidak IM-friendly. Port-port yang digunakan oleh aplikasi2 tersebut di-blok sama admin network. Hampir semua tidak bisa dipakai, kecuali GTalk.

Hari Pahlawan

10 November. Hari Pahlawan. Apa yang segera terlintas di benak kita? Mungkin heroisme pemuda-pemuda Indonesia dulu, khususnya pemuda Surabaya melawan keangkuhan tentara Sekutu yang membela Belanda. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya". Kalimat ini pertama kukenal di kampung halaman, di Taman Makam para syuhada tersebut. Tapi siapa yang memberi gelar pahlawan? Apa tolok ukur kontribusi seorang pribadi pada negara dan bangsanya?

Ada suatu masa ketika Pahlawan Indonesia didominasi oleh 'tafsir' rezim berkuasa yang seakan ingin menjauhkan anasir spirit religi dalam perjuangan melawan penjajah.Itulah yang menjelaskan mengapa Bung Tomo begitu telat diakui sebagai pahlawan Nasional, betapa pun tidak ada yang bisa membantah peran beliau di tanggal 10 November tersebut. Apakah karena pekik Allahu Akbar "bukan" milik nasional?

Lalu bagaimana menyandingkan Budi Utomo dengan Syarikat Islam. Mana yang lebih merepresentasikan "Kebangkitan Nasional"? Walau SI lebih dahulu dari BU, tapi karena ada "Islam"-nya, maka "diputuskan" oleh pemenang sejarah, bahwa BU lebih berhak diajukan sebagai lokomotif Kebangkitan Nasional di negeri ini. Tulisan berikut di suatu blog mungkin bisa lebih menjelaskan.

Dulu saya merasa dihadapkan pada dua pilihan yang sulit. Antara menjadi muslim yang baik dan menjadi warga negara RI yang baik. Keduanya seakan tidak bisa disatukan. Saya cinta negeri ini, tapi tentu saya ingin menjadi muslim sejati. Namun dulu orang takut menampakkan "keberpihakan" yang berlebihan terhadap Islam. Maka orang-orang terbelah, apakah menyetujui fatwa MUI tentang larangan Natal bersama, atau mencari kompromi dengan alasan menghormati penganut agama lain misalnya. Ingat bagaimana dulu fardhu mengenakan jilbab bagi muslimah diidentikkan dengan fundamentalis Islam, lalu setengah mati dilarang-larang?

Padahal komponen terbesar bangsa ini adalah muslim, sehingga menurut saya muslim pula yang harus menjadi faktor dominan merah atau putihnya bangsa ini. Memarjinalkan muslim, berarti kerugian besar bagi bangsa Indonesia.

Di ranah politik praktis, keterbelahan ini ingin dilestarikan melalui label Partai Nasionalis dan Partai Islam. Padahal nasionalisme bagi saya lebih berupa keberpihakan pada orang-orang yang mendiami luas wilayah negara ini. Kira-kira nasionalis mana: partai yang ketika berkuasa menjual aset bangsa ke tangan asing, dengan partai yang memperjuangkan lepasnya negeri dari hegemoni asing?. Masyarakat ingin digiring pada opini bahwa memilih partai Islam itu kurang nasionalis dan lebih dekat pada fundamentalis. Jadinya ada orang islam yang merasa "tidak enak" dengan rekan-rekan, tetangga, atau mungkin kerabat, jika ketahuan aktif dalam organisasi yang berafiliasi pada Islam. Padahal bukannya Islam itu seharusnya menjadi rahmat? bukan ancaman, bahkan pada penganut agama lain? Seharusnya kita bangga berafiliasi pada Islam, dan insya Allah semua orang merasakan rahmat Islam yang mengalir dari pribadi-pribadi kita.

Dan saat ini, masih banyak anak bangsa yang barangkali masih menghadapi dilema seperti itu. Barangkali ini buah pemahaman Islam yang masih parsial, atau adakah ini hasil didikan Orde Baru selama kurang lebih 3 dekade? Bagaimana dengan anda?

Test Posting dari Windows Live Writer

Hari ini saya coba jajal Google dengan pertanyaan: "tools utilities maintain blogs". Setelah beberapa klik yang tidak memuaskan, pencarian berujung ke aplikasi keluaran, lagi-lagi, Microsoft Corp. Bagaimana mungkin saya harus membenci Bill Gates dan Perusahaannya, sementara selalu saja ada aplikasinya yang "terpaksa" saya pakai.

Poster Maskot 135

 

Gambar di atas hanya untuk mengetes kemampuan WLW untuk upload image. Bisa tidak ya....

OK, this is supposed to be the first posting I write using Windows Live Writer....... Let's see.... (I am about to click 'Publish' button).

tO BlOg Or nOt tO BlOg

Mengagumkan juga mengamati bagaimana semangat orang-orang di sekitar berpengaruh banyak dalam suasana psikologis kita. Tiba-tiba saja kita ikut bersemangat dalam hal yang sama.

Seorang sahabat dalam beberapa kesempatan, terlihat begitu passionate 'memelihara' blognya. Lalu begitu saja, blog ini, yang lama terlupakan, menagih haknya.

Tentu banyak peristiwa sejak posting terakhir. Mungkin yang lumayan layak komentar (maksudnya layak dikomentari) sebutlah, Ramadhan (yg tidak pernah bisa maksimal :-( ). Yang mutakhir, kekalahan jagoan dalam Pilkada Makassar. Sangat-sangat worth blogged. Terutama bagaimana mengambil pelajaran langkah-langkah politik 'lawan'. Dari yang jujur-bersih sampai pada cara kasar-curang. Ini penting. Teringat Ust. Anis yang selalu mengutip Umar RA. : "Saya bukan penipu, tapi saya tak bisa ditipu".

Di sela-sela komentar tentang berita kemenangan Obama , saya membaca kembali ungkapan yang mungkin maksudnya kurang lebih sama. "Fool me once, shame on you. Fool me twice, shame on me".